TEORI BELAJAR MENURUT PANDANGAN BEHAVIORISTIK
MAKALAH
Disusun oleh
Agus Yanto (160131601701)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
September 2016
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik
adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori
belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.
Menurut teori
behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya,
siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika
dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial
seperti; kerja bakti, ronda dll.
Prinsip
teori behavioristik yaitu mengutamakan unsur - unsur/ bagian-bagian kecil,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi/respon, dan menekankan pentingnya latihan.
B. Teori Belajar Behavioristik
Menurut Para Ahli
1.
Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di
perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena
kajianya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau
biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh
mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah – menurut Watson
- kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
2.
Edwin Guthrie
Menurut Edwin, belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar
tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus
dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta
didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
3.
Skinner
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh
para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah
yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
oleh skinner.
Menurut skinner berdasarkan percobaanya terhadap tikus
dan burung merpati, unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya
adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin
kuat bila diberi penguatan (penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau
penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku
tidak senang.
4.
Pavlov
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah
sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan
operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari
luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air liur anjing
tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan
diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan
demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar
pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah
rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan
berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk
timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian
atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami
dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned
stimulus). Ketika sinar merah di
nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat
bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia?
Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai
contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah
kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem
sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
C. Langkah Umum
Untuk Menerapkan Teori Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran:
1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2. Melakukan analisis pembelajaran
3. Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan
awal pembelajar
4. Menentukan indikator-indikator keberhasilan
belajar.
5. Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan,
topik, dll)
6. Mengembangkan
strategi pembelajaran (kegiatan,
metode, media dan waktu)
7. Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan
(latihan, tugas, tes dan sejenisnya)
8. Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9. Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif
10. Merevisi kegiatan pembelajaran
D. Kelebihan dan Kekurangan
Teori Belajar Behavioristik
Kelebihan
Teori Behavioristik:
1. Membisakan
guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
2. Teori
ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
3. Teori
behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan
Teori Behavioristik:
1. Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di
dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
2. Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru.
3. Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan
dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul
secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
4. Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
E.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam
Pembelajaran
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami
oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena
itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
F. Implikasi Teori Belajar
Behavioristik dalam Pembelajaran
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya peserta didik kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih,
C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2005.
Sagala,
Syaiful. 2011. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Kamalfachri,
“Teori Behavioristik”,
dalam Website file:///H:/Teori
behavioristik dan Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm,
data diakses pada tanggal 10 September 2016.
Mukminan,
1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar