Jumat, 19 April 2019

TEORI BELAJAR MENURUT PANDANGAN BEHAVIORISTIK


TEORI BELAJAR MENURUT PANDANGAN BEHAVIORISTIK




MAKALAH




Disusun oleh

Agus Yanto (160131601701)


 







UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
September  2016

PEMBAHASAN
                                                                                
A.    Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya, siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
Prinsip teori behavioristik yaitu mengutamakan unsur - unsur/ bagian-bagian kecil, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi/respon, dan  menekankan pentingnya latihan.

B.  Teori Belajar Behavioristik Menurut Para Ahli
1.    Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah – menurut Watson -  kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
2.    Edwin Guthrie
Menurut Edwin, belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa  hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
3.    Skinner
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat  merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner.
Menurut skinner berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati, unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan (penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
4.    Pavlov
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum  makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.


C.  Langkah Umum Untuk Menerapkan Teori Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran:
1.  Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2.  Melakukan analisis pembelajaran
3.  Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar
4.  Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5.  Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6.  Mengembangkan  strategi  pembelajaran  (kegiatan,  metode,  media  dan waktu)
7.  Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya)
8.  Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9.  Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif
10.  Merevisi kegiatan pembelajaran

D.  Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
Kelebihan Teori Behavioristik: 
1.      Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
2.      Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. 
3.      Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan Teori Behavioristik: 
1.      Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif. 
2.      Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
3.      Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
4.      Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.

E.  Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.



F.   Implikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya peserta didik kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.



DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta,  2005.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Kamalfachri, “Teori Behavioristik”, dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 10 September 2016.
Mukminan, 1997.  Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP


Tidak ada komentar: